Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

PERSATUAN ISLAM

Minggu, 05 Juni 2011

Inilah Pandangan Politik Isa Anshari Terhadap Pancasila

Berbeda dengan Muhammad Natsir dalam menilai pancasila secara fositip, Isa Anshari sebagai tokoh Persis yang keras berpandangan radikal dalam menolak pancasila. Bahkan Ia sendiri menegaskan Persatuan Islam (Persis) termasuk kelompok Radikal-revolusioner.

Dalam bukunya Manifest Perjuangan Persatuan Islam ia dengan tegas menyatakan “Jikalau kita menjelajahi perkembangan aliran pikiran dalam masayarakat kaum muslimin -juga di Indonesia- kita melihat ada tiga aliran cara berpikir dalam memahamkan persoalan agama. Pertama, aliran konservatif-reaksionarisme, aliran beku dan jumud yang secara apriori menolak setiap faham dan keyakinan yang hendak merubah faham.. Kedua, aliram moderat-liberalisme, mengetahui mana yang sunnah mana yang bid’ah, mengetahui kesesatan bid’ah, tetapi tidak aktif dan fositip memberantas bid’ah.. Ketiga, aliran revolusioner-radikalisme, aliran yang hendak merubah masarakat ini sampai ke akar-akarnya..Kaum Persatuan Islam adalah penganut aliran yang ketiga ini.

Pepen Irfan Fauzan, S.S M. Hum tenaga ahli kementrian, dalam seminar politik Persis di kampus Sekolah Tinggi Agama Islam Persis (STAIPI) Ciganitri Bandung (9-01) menilai bahwa Isa Anshari sangat tegas dan radikal dalam menolak Pancasila sebagai dasar negara.

Menurut Pepen secara tidak langsung pandangan Isa Anshari tersebut menyerang Buya Hamka dan M. Natsir. Bagi Isa Anshari pemimpin seperti itu adalah pemimpin yang tidak istiqamah seperti yang ia nyatakan dalam tulisannya “Hanya Negara Islam Yang Kami Amanatkan Kepada Anggota Konstitusi”.

Isa Anshari, lanjut Pepen menyebut banyak pihak yang mendakwakan diri mempertahankan Pancasila, akhirnya telah membuat Pancasila itu menjadi sejenis thagut (berhala) yang merobek dua kalimat syahadat dan memperkosa rangka tubuh agama Islam.

Lebih jauh, tambah Pepen Isa Anshari menyebut bahwa Pancasila tidaklah sama dengan Islam. Demikian juga, hukum Islam tidak akan tegak di bawah Pancasila. Hal ini terlihat dalam tulisannya “Bukan Ideologi pancasila, bukan hukum pancasila, bukan negara pancasila yang wajib kita tegakkan, tapi ideologi Islam, hukum Islam, negara Islam...Hukum Islam harus tegak, Ideologi Islam harus menang. (“Hanya Negara Islam Yang Kami Amanatkan Kepada Anggota Konstitusi”, Daulah Islamiyyah th.I/Januari 1957).

Landasan hukum yang diambil Isa Anshari tersebut berdasarkan pada ayat yang berbunyi “...Barangsiapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al Maidah:44)

Adapun poin Ketuhanan Yang Maha Esa dalam pancasila yang dijadikan alasan indikasi negara Islam oleh lawan politiknya, Isa Anshari menilai sangat tidak tepat.

“Kalau hanya ketuhanan yang maha Esa itu timpang, Islam itu pondasinya ada dua yaitu dua kalimat syahadat (Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah). Kalau mau pancasila ditambah asasnya yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa dan Muhammad utusanNya. Kalau Tuhan saja itu takhayyul, bagaimana kita mengenal Allah kalau tidak melalui utusannya.” Kata Pepen menyampaikan pendapat Isa Anshari.

Oleh karena itu kata Pepen, Isa Anshari sangat memperjuangkan dimasukkkanya piagam Jakarta dengan point Ketuhanan Dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam Bagi Pemeluk-Pemeluknya. Setidakya ini bisa mewakili makna kalimat dua syahadat.